Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada tanggal 02 November 2020.
Pada UU Cipta kerja tidak hanya membahas tentang Ketenagakerjaan saja, tetapi ada berbagai klaster yang dibahas. Salah satunya adalah klaster perpajakan. Latar Belakang adanya klaster ini adalah Perlu menjaga dan meningkatkan penerimaan pajak melalui peningkatan investasi, kepatuhan sukarela, kepastian hukum, dan keadilan iklim berusaha.
Baca juga : Batas Berlakunya Tarif Pajak UMKM
UU Cipta Kerja klaster perpajakan mencakup 4 hal besar yaitu Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Pada pembahasan kali ini fokus pada UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dimasukkan dalam UU Cipta Kerja klaster perpajakan. Berikut ringkasan UU Cipta Kerja yang dapat diambil dari UU PPN.
Konsinyasi bukan Termasuk Penyerahan BKP
Pada Pasal 1A Ayat (1) huruf (g) UU No 42 tahun 2009 tentang Perubahan ketiga atas undang-undang nomor 8 tahun 1983 Tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, dijelaskan bahwa yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi
Namun, pada pasal 112 UU Cipta Kerja Penyerahan secara konsinyasi tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP
Penyerahan Batu Bara Termasuk Penyerahan BKP
Pada Pasal 4A Ayat (2) huruf (a) UU No 42 tahun 2009, bahwa jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah barang tertentu dalam kelompok barang yaitu barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
Pasal 112 UU Cipta Kerja, bahwa jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batubara.
Jadi, hasil pertambangan batubara tidak termasuk jenis barang yang tidak dikenai PPN.
Pencantuman NIK Pembeli yang Tidak Ber-NPWP
Pasal 13 Ayat (5) huruf (b) UU No 42 tahun 2009, dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang paling sedikit memuat nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP.
Pasal 112 UU Cipta Kerja, dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang paling sedikit memuat identitas pembeli BKP atau penerima JKP yang meliputi:
- nama, alamat, dan NPWP atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau nomor paspor bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau
- nama dan alamat, dalam hal pembeli BKP atau penerima JKP merupakan subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU mengenai PPh.
Faktur Pajak untuk PKP Pedagang Eceran
Pasal 13 ayat (5a) UU 42 Tahun 2009, faktur pajak paling sedikit memuat nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang menyerahkan BKP atau JKP
UU Cipta Kerja menyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pedagang Eceran (PE) dapat membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual dalam hal melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.
PKP PE dalam kegiatan usaha/pekerjaannya melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan cara
- melalui suatu tempat penjualan eceran atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya
- dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang.
- penyerahan BKP atau transaksi jual beli dilakukan tunai dan penjual langsung menyerahkan BKP atau pembeli langsung membawa BKP yang dibelinya
Post a Comment for "Penjelasan UU Cipta Kerja, Klaster PPN"